Blogger Widgets PRIVAT BAHASA ARAB BACA KITAB KUNING JAKARTA: WEJANGAN HARI IBU: Semilar Kasih Sang Bunda
Tingkatkan totalitas menghamba dengan memaksimalkan peran Al-Qur'an dan Al-Hadits, serta peran akal dalam menggapai apa pun yang ingin kita capai dalam dunia atau pun akhirat

Selasa, 22 Desember 2015

WEJANGAN HARI IBU: Semilar Kasih Sang Bunda

Sahabat pembaca yang budiman, siapa sih yang tidak merasakan belas kasih sayang dari Ibunya? Siapa yang hatinya mengingkari akan besarnya perjuangan malaikat tak bersayap kita itu, Ibu? Saya yakin, sekalipun yang ditanya demikain adalah anak jalanan ataupun penjahat kelas kakap, pasti mereka akan mengatakan atau minimal hatinya mewakili untuk mengungkapkan, bahwa sangat lah besar kasih sayang dari insan yang bernama Ibu. Setiap kita pasti tidak akan pernah
mengelak untuk – hatinya – mengungkap bahwa Ibu adalah sang pahlawan kehidupan. Seorang Ibu tak pernah ada baginya  kata luntur dalam menyayangi kita, tak ada kata bosan untuk menyayangi kita semua, dimana pun kita berpijak, kemana pun kita mencari jejak. Seorang Ibu tak akan pernah ghoib untuk menomor satukan kita sebagai anaknya. Bagaimana pun kondisi Ibu, dia tidak akan pernah lalai untuk terus menuaikan perhatian pada anaknya, mengucurkan manisnya rasa cinta, mengharap buah hatinya selalu dalam kebaik-kan dalam setiap laku lampahnya. Sebab, hatinya diciptakan sudah sepaket dengan hati kita. Pun olehnya lah kita menjadi pribadi yang selalu belajar akan pentingnya bersabar dalam menghadapi berbagai cobaan yang Tuhan jadikan untuk kita. Darinya kita belajar bagaimana mengenal pentingnya menjadi manusia yang tegar. Kepadanya kita mengakses arti sebuah kesuksesan di masa depan agar tidak menjadi pribadi yang selalu mengandalkannya, meski kita yakin seorang Ibu akan mengabulkan permintaan kita sampai kapan pun dan bagaimana pun kondisi kita, karena dia lah satu-satunya mahkluk yang Allah ciptakan untuk selalu menemani kita, dan hatinya akan selalu bersama kita. Oleh sabab itu pembaca yang budiman, mari mengingat perjuangan nya yang tak pernah hilang. Mari sampaikan curahan kita kepada Tuhan untuk seorang Ibu. Sujudkan kepala kita kepadaNya meminta ampunan untuk malaikat dunia kita, Ibu. Kerahkan doa untuknya agar Tuhan selalu menjaga Ibu sepertihalnya dia telah menjaga kita di masa kecil.
          Ibu adalah seseorang yang Allah ciptakan di dunia agar kehidupan kita tentram. Agar kita dalam mengarungi hidup yang penuh dengan liku-liku keangkuhan – dunia – selalu dalam junjungan kasihnya yang tak akan surut untuk menyinari kita.
Sosok seorang ibu sangat melekat dalam kehidupan kita, oleh karena itu, sudah sepantasnya kita harus membahagiakan ibu selama dia masih ada, bahkan setelah tiadanya. Sekecil apapun kita berusaha mencoba membahagiakan sosok seorang ibu , pasti akan membuat ibu kita merasa bahagia, karena perhatian seorang anak akan sangat di harapkan oleh seorang ibu walaupun tak pernah terucap dari bibirnya. Kebahagian yang Ibu harapkan bukanlah kebahagiaan dunia. Kebahagiaan yang Ibu minta tidak lah harapan yang membahagiakan dirinya. Kebahagiaan yang Ibu pikirkan dari kita bukan lah kebahagiaan yang menguntungkan dirinya belaka. Namun kebahagiaan yang Ibu ukir dalam do’anya adalah kebahagiaan yang tertuju untuk membuat kita pribadi meraih kebahagiaan. Kebahagiaan yang Ibu kerahkan untuk kita adalah semata kebahagiaan yang hanya untuk kita. Tak sedikit pun mengharap ganti atas ribuan bahkan jutaan apa yang Ibu pernah torehkan kepada kita untuk kemudian menjadi secuil kebahagiaan yang menguntungkan dirinya.
Dia lah insan yang  dengan susah payah mengeluarkan kita dalam rahim mulianya. Perjuangan yang tidak pernah menemukan apapun kecuali capek dan letih juga lelah. Bahkan tarohannya nyawa sekalipun. Dan tidak sedikit  di sekitar kita seorang Ibu yang memperjuangkan anaknya untuk lahir di dunia dengan melawan kerasnya arus kematian. Allah SWT berfirman dalam surat Al-luqman ayat 31, yang arti-nya: Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya, ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapi-nya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.
Dari arti firman Tuhan di atas banyak makna yang harus kita ambil hikmahnya. Banyak pelajaran yang mestinya kita tarik benang merah darinya, sehingga mampu untuk sedikit menggedor relung hati kita agar mampu mengingat akan susah payanya Ibu dalam berusaha meng-adakan kita di dunia ini. Tak lain dan tak bukan dengan cara kita membalas jasa-jasanya, baik dengan do’a itu sendiri atau pun dengan tindakan nyata (berakhlak mulia dan menghormati selayaknya). Sudah jelas dalam ayat di atas Allah memerintahkan kita untuk berlaku baik kepada makhlukNya yang bernama ‘’Ibu’’. Dan meskinya kita fahami bahwa kalimat perintah dalam Al-Qur’an adalah memberi maksud bahwa itu wajib, bukan hukum hukum selainnya.
Seperti juga bunyi hadits Rasulullah Salallahu ‘allaihi Wasallam ‘’Al-jannah tahta aqdaamil ummahaat’’. Bahwa surga itu ada di telapak kaki Ibu.
Beruntung lah mereka yang masih mau berbakti kepada Ibunya. Alangkah bahagianya mereka yang selalu bedo’a untuk Bundanya dalam setiap sehabis shalatnya. Alangkah mulianya mereka yang hatinya tidak pernah mengingkari Ibunya, dan selalu berlaku yang terbaik untuknya. Karena tak dipungkiri – pastinya Ibu ridho dengan anaknya yang demikian itu. Sedang ridho Tuhan adalah ridho Ibu kita. Maka sungguh bahagia yang demikian itu akan dengan mudah untuk menemukan surga-Nya, karena surgaNya adalah sesuai apa kehendak Ibu dalam amalan kita kepada-nya. Dan alangkah cilakanya mereka yang masih tidak mau berbakti kepadanya. Alangkah hinanya mereka yang tidak mau mengakui Ibu sebagai orang tuanya. Alangkah ruginya mereka yang malu untuk mengenal kan Ibunya ketika Ibunya sudah tua, dengan malu memberitahu kepada teman teman-nya, karena temannya ditakutkan mengejek Ibunya itu. Pun, tak pernah diragukan lagi yang demikian, bersiaplah dengan adzab Allah di akhirat nanti, na’udzubillah...
Berbakti kepada orang tua (Ibu) lebih diutamakan dibanding jihad yang hukumnya fardu kifayah. Sehingga seseorang yang hendak berangkat berjihad kemudian Orang tuanya tidak mengizinkannya maka dia dilarang untuk pergi berjihad. Dimana karena jihad itu fardhu kifayah, maka diwajibkan izin kepada orang tua dan diharamkan berangkat tanpa izin keduanya. Ini adalah kesepakatan para ulama berdasarkan hadits Abdullah bin Amr bin Ash, beliau berkata, “Datang seorang lelaki kepada Nabi Muhammad SAW, dengan minta izin kepadanya untuk berangkat jihad. Maka beliau bertanya, “Apakah kedua orangtuamu masih hidup?” la menjawab, “Iya.” Maka beliau bersabda, “Pada keduanyalah engkau berjihad”. Sedangkan berbakti kepada orang tua hukumnya adalah fardhu ain. Sehingga ia lebih didahulukan terhadap jihad yang hukumnya hanya fardhu kifayah.

Sudahkah kita berbakti kepada-nya? sudahkah kita membalas jutaan, bahkan miliyaran kasih sayang seorang Ibu? sebatas mana kita telah memuliakannya agar setimpal dengan perjuangan saat mati-matian membela kita agar ada di dunia yang penuh dengan warna-warninya? yang membuat kita lalai bahkan melupakan tulus cintanya? atau pura- pura untuk tidak mau mengingat-ingatnya karena dianggap sebagai hal yang telah berlalu begitu saja ? Na’udzubillah....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar