Blogger Widgets PRIVAT BAHASA ARAB BACA KITAB KUNING JAKARTA: Menimbang Kembali Pelibatan TNI Dalam Penanggulangan Terorisme
Tingkatkan totalitas menghamba dengan memaksimalkan peran Al-Qur'an dan Al-Hadits, serta peran akal dalam menggapai apa pun yang ingin kita capai dalam dunia atau pun akhirat

Minggu, 10 Mei 2020

Menimbang Kembali Pelibatan TNI Dalam Penanggulangan Terorisme


Sederet peristiwa terorisme yang terjadi di berbagai belahan bumi Indonesia menjadi tantangan semua pihak. Bukan hanya mengancam masyarakat dan lembaga pemerintahan, aksi terorisme juga mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dari tahun 2017 sampai 2018 aksi terorisme meningkat dari 17 menjadi 19 aksi. Di tahun 2019 memang aksi terorisme semakin berkurang menjadi 9 aksi, namun potensi timbulnya gerakan terorisme cukup menghawatirkan jika dilihat dari sederet aksi-aksi brutal yang disulut oleh perpolitikan di tanah Air. Peristiwa terorisme menyadarkan semua pihak baik yang berada di dalam koalisi pemerintah maupun yang berada di luar koalisi untuk bersama melawan terorisme.

Belakangan ini muncul kontroversi pelibatan TNI dalam menangani terorisme. Keterlibatan TNI dalam menangani terorisme berawal dari kesepakatan antara Pemerintah dan DPR melalui Panitia Khusus (Pansus) agar TNI dilibatkan dalam menumpas terorisme dengan memasukkan aturannya dalam UU No 34/2004 tentang penanggulangan terorisme. Ditegaskan oleh Wiranto ketika menjabat sebagai MENKOPOLHUKAM, tujuan pelibatan TNI dalam rangka memutus mata rantai terorisme secara total. Nantinya, keputusan keterlibatan TNI dalam menanggulangi terorisme akan diatur melalui Perpres yang akan diputuskan oleh Presiden Joko Widodo.

Tujuan yang baik perlu dipertimbangkan secara baik dan bijak. Selain itu, fakta sejarah juga perlu menjadi pertimbangan agar kita tidak jatuh kepada lubang yang sama dalam nestapa kekerasan atas nama apapun, terutama terorisme. Dalam draft Perpres tentang pelibatan TNI ini disebutkan ruang lingkup tugas TNI dalam pemberantasan terorisme yang terdiri dari tiga aspek; penangkalan, penindakan, dan pemulihan. Pada aspek penangkalan, kewenangan TNI meliputi pemberdayaan, kontra narasi dan kontra propaganda, serta deradikalisasi. Dengan membaca kewenangan-kewenangan TNI ini, kekhawatiran rakyat Indonesia akan sikap represif TNI dalam usaha meminimalisir aksi brutal terorisme perlu dipertimbangkan matang-matang. Ditegaskan oleh KOMNAS HAM Chairul Anam, pelibatan TNI dalam menangani terorisme akan mengembalikan masa kegelapan orde baru dalam menangani terorisme, yang berpotensi besar terhadap munculnya tindakan-tindakan tidak manusiawi, seperti orang bisa ditangkap TNI, bahkan dituduh terorisme secara semena-mena tanpa melalui proses pengadilan.

Lewat Perpres itu nantinya, TNI memiliki kewenangan untuk menindak langsung Teroris yang melangsungkan aksinya, baik ketika menyasar kepala dan wakil negara, pihak pemerintahan di bawahnya, ataupun instansi-instansi yang dianggap berafiliasi dengannya dan dianggap tidak sepemikiran. Sementara itu dasar kelembagaan TNI pada prinsipnya menjadi alat untuk menghancurkan musuh. Sampai pada titik inilah kekuatan TNI untuk menangani terorisme dengan cara-cara represif, hard approuch, dan lepas dari proses hukum pengadilan menjadi keniscayaan. Tindakan represif seperti demikian sarat akan pelanggaran Hak Asasi Manusia. Alih-alih ingin memberantas terorisme, yang ada akan menimbulkan balas dendam para teroris lainnya untuk lebih banyak melancarkan aksi-aksi teror di Indonesia.

Kita bisa belajar dari salah satu negara di dunia yang menggunakan kekuatan militer untuk menangani terorisme, yaitu Australia. Dikutip dalam berita Tempo, tentara di Australia kerapkali menembak dan melumpuhkan Teroris di tempat kejadian. Tindakan represif itu juga misalnya terjadi ketika insiden pengepungan Kafe Lind pada tahun 2014 yang mematikan. Kejadian itu akibatnya menjadikan ketentuan militer terlibat pada penanganan terorisme dipermaslahakan, sebab tidak jarang melanggar Hak Asasi Manusia.

Terorisme di Indonesia mengalami perubahan signifikan baik dari segi keorganisasian ataupun gerakannya. Tindakan teror bukan semata karena alasan dendam pada pemerintah, namun ada banyak alasan lain seperti faktor pemahaman agama, psikologi, atau faktor budaya dan lingkungan yang mengitarinya. Menangani terorisme dengan perlawanan represif sebagaimana dilakukan oleh militer di masa Orde Baru untuk diterapkan di masa sekarang sebuah keputusan yang patut dijauhi. Sebaliknya, diperlukan tindakan dan pendekatan yang sesuai proporsi masalah yang melatarbelakangi seorang Teroris melakukan aksinya. Di lain itu, penanganan terorisme dengan penindakan hukum melalui peradilan juga sangat diperlukan demi menjaga Hak Asiasi Manusia. Melalui perhatian HAM ini menjadi satu alternatif untuk meminimalisir adanya tindakan-tindakan terorisme selanjutnya.

Penanganan terorisme dengan menggunakan soft approuch yang dilakukan oleh Badan Penanggulangan Terorisme Nasional (BNPT) melalui deradikalisasi sampai saat ini tepat untuk terus dilanjutkan. Di samping dengan penjagaan terdepan oleh Polri melalui Detasemen Khusus 88 atau Densus 88 yang merupakan satuan khusus Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk penanggulangan terorisme di Indonesia. Peran keduanya merupakan upaya menanggulangi terorisme yang selama ini sudah cukup efektif. Setidaknya itu bisa dilihat dari tahun 2018 ke 2019 di mana aksi terorisme turun drastir dari 19 kasus menjadi 9 kasus.

Tidak ada alasan untuk menimbang kembali keterlibatan pasukan elit TNI Komando Operasi Khusus Gabungan (Koopssusgab) dari matra Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara dalam penanggulangan terorisme di Indonesia. Peran Kepolisian melalui Densus 88 dan BNPT dalam penanganan terorisme melalui soft approuch dan tindakan hukum peradilan merupakan cara efektif menumpas terorisme. Sebaliknya, keterlibatan TNI menjadi bagian penanganan terorisme tidak akan efektif karena selain sarat akan terjatuh kepada tindakan pelanggaran HAM, tindakan represif dalam menangani terorisme akan sulit menurunkan tensi para pelaku teror untuk melangsungkan aksinya yang satu sama lain memiliki latar belakang yang berbeda [].


Tidak ada komentar:

Posting Komentar